Suaratebo.net - Tiga lembaga di Provinsi Jambi yakni Yayasan Orang Rimbo Kito (ORIK), Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi, menggelar Focus Group Discussion (FGD) di aula terbuka hotel Aliya Kabupaten Tebo, Kamis (17/12).
FGD dengan tema Pemberdayaan dan Fasilitasi Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Tebo ini, bertujuan untuk mendorong pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang berada di wilayah Tebo, khususnya Suku Anak Dalam (SAD) dan Suku Talang Mamak (STM).
Ketua pelaksana FGD, Ahmad Firdaus mengatakan, di wilayah Kabupaten Tebo terdapat sejumlah kelompok masyarakat adat. Dari jumlah tersebut, ada tiga objek atau kelompok masyarakat adat yang diusulkan untuk diakui sebagai MHA diantaranya, STM di Desa Suo-Suo Kecamatan Sumay, SAD kelompok Temenggung Apung Desa Muara Kilis Kacamatan Tengah Ilir dan SAD kelompok Temenggung Ngadap desa Tanah Garo Kecamatan Muara Tabir.
Menurut Firdaus, dengan diakuinya tiga kelompok masyarakat adat tersebut secara legalitas, bisa mensejahterakan masyarakat di sekitaran hutan," kami berharap setelah FGD ini Pemerintah Kabupaten Tebo bisa melegalitaskan tiga kelompok masyarakat adat ini sebagai MHA, Baik berupa Perda, Perbup ataupun SK pengakuan dan perlindungan MHA," kata Firdaus.
Direktur Eksekutif Walhi Jambi diwakili Manajer Kampanye dan Penguatan Jaringan, Abdullah mengatakan, sudah hampir dua tahun pihaknya telah mengusulkan peraturan daerah (Perda) MHA Suku Talang Mamak, namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda dari pemerintah menindak lanjuti usulan tersebut.
Padahal kata dia, Bupati Tebo telah mengeluarkan SK panitia MHA untuk memproses Perda yang telah diusulkan tersebut," kita tidak tahu dimana masalahnya. SK panitia sudah diterbitkan oleh bupati tapi tidak berjalan. Jadi tujuan kita mengelar FGD hari ini untuk sama-sama mencari solusi agar keberadaan masyarakat adat di Kabupaten Tebo diakui secara legalitas," katanya.
Bupati Tebo diwakili Asisten II, Supadi mengatakan, Pemkab Tebo siap memfasilitasi pengakuan dan perlindungan MHA SAD dan STM. Dengan catatan hal itu sesuai dengan skema dan aturan yang berlaku," pada dasarnya kita siap mengidentifikasi keberadaan MHA yang akan didorong untuk pengakuan dan penetapannya," kata dia.
Diakui Supandi jika SAD dan STM yang dimaksud berada di dalam wilayah administrasi Tebo. Meski begitu harus tetap dilakukan verifikasi terhadap keberadaan masyarakat adat tersebut," jangan sampai nantinya masyarakat adat ini disusupi oleh orang lain yang mengaku-ngaku masyarakat adat. Ini nantinya akan membuat masalah baru," katanya.
Untuk itu kata Supadi, gunakan FGD ini sebagai ruang saling berbagi informasi dan diskusi yang menghasilkan solusi," apapun hasil diskusi nantinya, mari sama-sama kita disepakati dan dijalani. Mudah-mudahan ini yang terbaik bagi kita semua," ujarnya.
Diketahui, pada FGD ini menghadirkan dua orang pembicara yakni Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi, Dasril Radjab, SH. MH dan Sekda Kabupaten Tebo yang diwakili oleh Sekretaris Dinas Pemerintah Masyarakat Desa, M. Malik. Kegiatan ini dihadiri para OPD terkait, Ketua Lembaga Adat Kabupaten Tebo, camat, Kepala desa, BPD dan NGO. (Red)