Suaratebo.net - Hari ini
taggal 24 Agustus 2019, Desa Paseban menorehkan sejarah baru karena salah
seorang putri terbaiknya baru saja pulang dari menjalankan tugas negara sebagai
salah seorang petugas Pasukan pengibar Sang Saka (Paskibraka) Merah Putih di
Istana Merdeka dalam rangka peringatan HUT RI-74 di Jakarta. Tidak hanya orang
Desa Paseban yang bersukacita tetntunya, tapi seluruh masyarakat Provinsi
Jambi, Kabupaten Tebo, juga Kecamatan VII Koto Ilir turut berbahagia dengan
torehan prestasi membanggakan ini.
Diringi
drumband, dibentangkan karpet merah dan tarian tradisional, ‘Sang Pahlawan’
disambut oleh orang tuanya, sanak saudara, ninik mamak, tuo tengganai, para
pejabat desa, pejabat kecamatan, Polri, TNI dan ratusan masyarakat
lainnya. Semua mengharu biru. Air mata bahagia pun berurai dari siapa pun yang
menyaksikan prosesi penyambutan ini.
Inilah
kisah para penembus batas. Apa yang ingin saya sampaikan adalah bahwa Suci
merupakan salah satu anak muda milenial yang berusaha menghancurkan stigma
‘anak-anak dusun tetaplah di dusun’, atau ‘anak petani tetaplah menjadi
petani’. Batas-batas itu telah terbukti bisa dilewati. Dengan perjuangan dan
kerja keras, ia berhasil menginjakkan kaki di Istana Negara, bertemu Presiden
dan para pejabat negara lainnya. Sebuah mimpi yang tidak akan terbayangkan oleh
anak dusun sebayanya. Saya pun ikut terharu. Hiks.
Kisah
Suci Ayuni ini mengingatkan saya pada awal tahun 1998. Ketika saya dinyatakan
lulus sebagai salah satu dari dua mahasiswa undangan utusan Kabupaten Bungo Tebo
(Bute: Sekarang Kab. Bungo dan Tebo), yang diterima di UGM. Hampir semua orang
kampung saya tidak percaya. Mustahil! Bahkan, masih terngiang sampai sekarang
salah satu dari mereka berkata, ‘sudahlah, anak petani tetaplah jadi petani.
Jangan bermimpi terlalu tinggi. Nanti gila”.
Sebenarnya
ini bukan ungkapan pesimistik, tapi kondisi realistis. Sangat masuk akal mereka
berkata begitu bila melihat kondisi ekonomi, sosio-kemasyarakatan dan berbagai
alasan lainnya yang kelauarga saya miliki. Kemiskinan menjadikan pandangan itu
sangat beralasan.Tapi saya bertekad menembus batas-batas realistis itu.
Berjuang dan berjuang. Yang saya ingat, pilihan saya sangat sedikit waktu itu;
sukses atau mati.
Walau pun
tidak disambut dengan karpet merah seperti Ayuni hari ini, tahun 2003 saya
berhasil mencatatkan sejarah manusia pertama dari kampung saya yang tamat UGM
dan kedua orang tua saya adalah orang tua pertama dari masyarakat kampung saya
yang berdiri di Grahasaba Pramana. Saya
berhasil menembus batas-patas itu.
Tahun
demi tahun berlalu, saya sangat bangga melihat adik-adik sekampung saya saat
ini telah meraih berbagai prestasi di berbagai bidang. Banyak yang telah jadi
tentara (TNI), berkarir di Polri, ASN, bidan, guru, politisi, pengusaha dan
lain sebagainya.
Hari ini,
seorang Suci Ayuni kembali membuktikan dirinya sebagai anak dusun yang mampu
menembus batas-batas kemustahilan. Terlahir dari keluarga sederhana, dia mampu
berdiri sejajar dengan kawan-kawannya dari seluruh Indonesia. Diliput oleh
berbagai media dan dihormati oleh banyak orang; membanggakan!
Tentu
saja, capaian suatu prestasi itu tidak memiliki faktor tunggal. Ada begitu
banyak elemen pendukung selain doa dan kerja keras. Ada bantuan banyak orang
baik langsung maupun tidak langsung, baik materi maupun moril. Kepada Allah
selalu ucapkan syukur dan kepada semua orang yang telah membantu berucap ribuan
terima kasih. Tundukkan hati dan buang kesombongan di dalam diri.
Apa yang
ingin saya tuliskan melalui artikel singkat ini adalah, saya ingin menyampaikan
pesan kepada anak-anak muda dusun saya, kesempatan selalu saja terbuka untuk
kita menembus batas-batas keterbatasan yang dimiliki. Beribu kali saya
sampaikan dalam berbagai seminar motivasi, ‘jangan jadikan kemiskinan sebagai
kambing hitam untuk tidak berprestasi’.
Justru sebaliknya, karena dengan segala
keterbatasan itulah kita harus berprestasi. Kejar prestasi dengan kerja keras
dan tekad yang kuat. Lebih-lebih saat ini ada begitu banyak jalan dan kemudahan
yang dapat ditempuh untuk menggapai prestasi baik di sekolah, di kampus maupun
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler. Tawaran biasiswa selalu ada bagi mereka yang
siap berjuang. Sekali lagi, tidak penting kita berasal dari mana, kemana tujuan
yang hendak kita capailah yang jauh lebih penting.
Sangat
berharap, di masa yang akan datang, akan lahir para pejuang penembus batas
selanjutnya. Mari sinsingkan lengan baju dan berjuang dengan penuh optimisme.
Ingat, sukses itu tidak mudah tapi bukan pula mustahil. Allah akan membukakan
jalan bagi siapa saja yang sungguh-sungguh menggapai mimpinya.
Akhirnya,
kepada adinda Suci Ayuni, saya ucapkan selamat. Walau belum sempat berjumpa,
melalui tulisan ini saya sematkan pin emas sebagai tanda keberhasilanmu sebagai
pejuang penembus batas. Jangan berhenti. Perjuangan sesungguhnya baru dimulai.
Semoga kelak cita-citamu untuk menjadi Polwan dapat tercapai. Amin.
Sidang
pembaca, asal anda tahu, orang Paseban itu hebat-hebat karena kami bisa
bersepeda dalam kolam dan tiap hari makan paku. Gak percaya? Silahkan datang
dan saksikan sendiri.
Oleh: Bahren Nurdin *Akademisi UIN STS Jambi.