![]() |
Kisah Teladan, Nyala Api di Kubur Sang Saudara/Ai |
Suaratebo.net - Kisah ini sering diriwayatkan sebagai pelajaran untuk orang-orang yang melalaikan waktu salat, dan meskipun validitas sanad (rantai periwayatan) historisnya tidak seketat hadis Nabi, kisahnya tersebar luas di kalangan ulama dan masyarakat sebagai peringatan (Lihat sumber teladan dari Syaikh Abu Al-Laits As-Samarqandi, salah seorang ulama fiqih dan ahli hadis).
Inti Cerita
Seorang pria saleh baru saja selesai menguburkan jenazah saudara perempuannya. Setelah kembali ke rumah, ia menyadari bahwa kantong uangnya (atau dompetnya) telah hilang. Ia menduga kantong itu terjatuh saat prosesi pemakaman.
Pria itu segera kembali ke kuburan saudara perempuannya dan mulai menggali di sekitar makam untuk mencari kantong uangnya. Saat ia menggali, betapa terkejutnya ia ketika melihat nyala api berkobar di dalam kubur saudaranya. Ia segera ketakutan dan bergegas menimbun kembali kuburan itu.
Dengan hati yang hancur dan air mata, ia pulang dan bertanya kepada ibunya mengenai amalan saudara perempuannya semasa hidup:
"Wahai Ibu, beritahukan kepadaku, amalan apakah yang dilakukan saudara perempuanku? Aku melihat api berkobar di dalam kuburnya!"
Ibunya menjawab:
"Wahai anakku, almarhumah adalah seorang yang shalihah, dia selalu berpuasa, tidak pernah meninggalkan salatnya, selalu bersedekah, dan rajin membaca Al-Qur'an. Hanya saja... dia sering menunda salatnya hingga akhir waktu."
Mendengar hal itu, pria tersebut sadar bahwa nyala api di kubur saudaranya adalah azab akibat kebiasaan menunda salat, meskipun ibadah-ibadah lainnya baik. Sejak saat itu, ia berjanji untuk tidak pernah lagi menunda salat dari waktu utamanya.
Pesan Moral dari Kisah
Kisah ini bertujuan menekankan bahwa amal baik (puasa, sedekah, membaca Al-Qur'an) tidak akan menjamin keselamatan sempurna jika kewajiban utama, yaitu salat, dilakukan dengan sikap lalai dan meremehkan waktu yang telah ditetapkan Allah Swt.
Dalil Al-Qur'an dan Hadis Tentang Bahaya Menunda Salat
Hukum menunda salat dengan sengaja hingga keluar dari waktunya (tanpa uzur syar'i seperti lupa, tertidur, atau jamak) adalah haram dan termasuk dosa besar, sebagaimana diperingatkan dalam Al-Qur'an dan Hadis.
Dalil Al-Qur'an
Allah Swt berfirman mengenai kewajiban salat pada waktu yang telah ditetapkan:
Surah An-Nisa’ Ayat 103, Artinya:
"…Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman."(QS. An-Nisa' [4]: 103)
Surah Al-Ma'un Ayat 4-5
Ayat ini secara khusus menyinggung orang yang lalai terhadap salatnya (termasuk menunda hingga keluar waktu atau meremehkannya), Artinya:
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya." (QS. Al-Ma'un [107]: 4-5)
Surah Maryam Ayat 59
Ayat ini menggambarkan nasib generasi yang buruk setelah para Nabi, yang salah satu ciri keburukannya adalah menyia-nyiakan salat, Artinya:
"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan (ghayya)."(QS. Maryam [19]: 59)
Para ulama seperti Ibnu Abbas dan Umar bin Abdul Aziz menafsirkan "menyia-nyiakan salat" di sini bukan berarti meninggalkan salat secara total, melainkan menunda salat hingga keluar waktunya (sebab meninggalkan salat secara total dosanya lebih besar lagi).
Dalil Hadis
Hadis-hadis Nabi SAW menunjukkan bahwa melaksanakan salat tepat waktu adalah amalan yang paling dicintai Allah:
Shalat di Awal Waktu Adalah yang Paling Utama
Dari Ibnu Mas’ud RA, ia berkata, yang artinya :
"Aku bertanya kepada Rasulullah SAW, 'Amalan apakah yang paling utama?' Beliau menjawab, 'Salat pada waktunya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW bersabda, yang Artinya :
"Siapa yang menjaga shalat, ia akan mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari kiamat. Siapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan kelak. Nantinya di hari kiamat, ia akan dikumpulkan bersama Qorun, Fir'aun, Haman, dan Ubay bin Kholaf." (HR. Ahmad, dihasankan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)
Para ulama menjelaskan bahwa orang yang meninggalkan atau menunda salat biasanya sibuk karena urusan duniawi:
Bersama Qarun (sibuk dengan harta).
Bersama Fir'aun (sibuk dengan kekuasaan).
Bersama Haman (sibuk dengan jabatan/wewenang).
Bersama Ubay bin Kholaf (sibuk dengan perdagangan/bisnis).
Ini menunjukkan bahwa kesibukan dunia, apa pun bentuknya, tidak boleh menjadi alasan untuk meremehkan dan menunda waktu salat.